Mari kita bergembira dalam spekulasi yang mencengangkan tentang implikasi dari “waktu.”
Mari saya mulai dengan pertanyaan.
Dari sudut pandang Allah:
– Kapan Adam berjalan dengan Tuhan?
– Kapan Abraham mengenali Allah adalah sahabat-Nya?
– Kapan Musa bertemu Tuhan dalam semak yang terbakar?
– Kapan Daud menari di depan tabut kehadiran Tuhan?
– Kapan Yesus dibangkitkan oleh kehadiran Tuhan?
– Kapan Anda pertama kali mengenal Allah sebagai Abba Anda?
Jawabannya adalah bagi Allah, semua peristiwa ini terjadi ….. SEKARANG. Atau dengan cara yang lebih baik, mereka semua sedang terjadi SEKARANG.
Untuk Tuhan, SEMUA peristiwa terjadi secara bersamaan. Mengapa? Karena dengan menggunakan frase Kurt Vonnegut, Allah “tidak mandek dalam waktu.”
Inilah sebabnya mengapa kita diperingatkan, “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.” 2 Petrus 3:8. Waktu untuk Allah semata-mata BUKANLAH hal yang sama seperti waktu untuk manusia.
Ini juga menjelaskan mengapa Yesus, sebagai Anak Domba Allah, telah disembelih sejak penciptaan dasar bumi. Alkitab mengatakan Allah berhenti pada hari ketujuh dari SEMUA pekerjaan-Nya KARENA Dia mengalami semua manusia untuk semua waktu dan semua peristiwa secara bersamaan.
“Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih sejak dunia dijadikan. Barangsiapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” Wahyu 13:8-9, NKJV.
“Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku,” sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan.” Ibrani 4:3.
Game over, bung.
Ini seperti permainan catur di mana Tuhan membuat semua gerakan-Nya dalam satu giliran. Apa yang tampaknya seperti satu linier, “satu-langkah-dalam-satu-waktu,” permainan di mana Allah bergerak pertama, KEMUDIAN kita bergerak, KEMUDIAN Dia bergerak, adalah sebenarnya satu gerakan permainan tunggal bagi Tuhan.
Inilah prinsip simultanitas. Ini benar-benar memperlihatkan predestinasi linear sebagai suatu cacat karena Allah tidak bergerak dalam waktu linier. Seperti lintasan lari dengan jalur yang berdekatan, kita tidak berjalan di depan Abraham atau Musa, tetapi di samping mereka, setidaknya dari perspektif Allah. Gunung transfigurasi mengungkapkan lintasan lari ini ketika Musa dan Elia secara bersamaan muncul di sebelah Yesus dalam bentuk fisik.
Jadi, itu bukan soal pra-tujuan melainkan pasca-tujuan. Permainan ini “mulai” maupun “selesai” pada saat yang sama. Allah sedang membimbing semua ciptaan kembali kepada-Nya, beberapa mengambil rute waktu lebih lama dan beberapa lebih pendek berdasarkan respon masing-masing, tapi semua juga di mata Tuhan SUDAH duduk dengan Dia SEKARANG di sorga. Jadi, Allah secara bersamaan mengalami kejatuhan kita, pembaharuan kita dan pemuliaan kita semua pada saat yang bersamaan.
“Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan,” Yesaya 46:9-10.
Sementara beberapa teolog tidak setuju dengan pemahaman terhadap waktu yang ini, beberapa teolog terkenal sudah pasti setuju.
“Tuhan tahu semua kejadian dalam satu tindakan kohesif tunggal kesadaran, yang kontras dengan bentuk-bentuk terbatas yang diketahui mungkin bagi makhluk ciptaan yang berada di bawah persyaratan waktu (Yohanes 17:24; Efesus 1:4; 2 Timotius 1:9). Kemahatahuan Ilahi berarti bahwa Allah menggenggam semua waktu seolah-olah itu adalah satu keutuhan – sekarang: ‘Bagi Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun, dan seribu tahun sama seperti satu hari’ (2 Petrus 3:8; Mazmur 90:4). Cara Tuhan dalam mengalami waktu adalah dalam simultanitas radikal di mana masa lalu, masa sekarang, dan masa depan saling berpadu tanpa dipenjarakan sebagai pikiran-pikiran yang terbatas dalam iring-iringan gerakan dari masa lalu ke masa kini ke masa depan.
Tidak seperti manusia fana yang hidup dalam waktu, Tuhan selalu telah ada (Kejadian 21:23) dan akan ada (Ulangan 5:23). Tetapnya Tuhan “tidak berubah seperti pergeseran bayangan” (Yakobus 1:17). Allah merangkul waktu dalam pemahaman sepenuhnya, sedangkan kita mengalami waktu hanya dalam mode berlalunya yang menghilang secara konstan. Melalui doa oleh kasih karunia orang percaya berpartisipasi dalam pelukan pengetahuan Allah akan waktu.
Waktu adalah bagian dari susunan yang telah diciptakan, yang berbeda dengan esensi ilahi. Dengan dunia, waktu diciptakan. Sebelum ada waktu, tidak ada satupun selain Allah. “Oleh karena itu tidak ada waktu ketika Engkau belum menciptakan apa-apa, karena Engkaulah yang menciptakan waktu sendiri” (Agustinus, Conf. 11.14). Kehidupan kekal menunjuk kepada suatu kehidupan yang beregenerasi untuk pantas hidup di hadapan Allah yang hidup dan kekal (Yohanes 5:24) Thomas C. Oden, A CLASSIC KEKRISTENAN: A SYSTEMATIC THEOLOGY, HarperOne, pp 825-826 (1992).
“Karena Allah hidup dalam suatu masa kini yang kekal, Dia tidak memiliki masa lalu dan masa depan. Ketika kata-kata penunjuk waktu muncul dalam Kitab Suci, kata-kata itu merujuk ke waktu kita, tidak ke waktu-Nya. Ketika keempat makhluk di hadapan tahta itu berseru siang dan malam, “Kudus, kudus, kudus, Tuhan Allah Yang Mahakuasa, yang telah ada, dan yang ada, dan yang akan datang,” mereka mengidentifikasi Allah dengan aliran kehidupan makhluk ciptaan dengan tiga bentukan kata waktu yang akrab; dan ini adalah benar dan baik, karena Allah telah secara berdaulat menghendaki demikian untuk mengidentifikasi diri-Nya. Tapi karena Allah tidak diciptakan, Dia sendiri tidak dipengaruhi oleh rangkaian perubahan berturut-turut yang kita sebut waktu.” AW Tozer, THE KNOWLEDGE OF THE HOLY (PENGETAHUAN DARI YANG KUDUS).
“..Akulah Allah .. yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan,” Yesaya 46:9-10.
“Nunc fluens facit tempus, nunc Stans facit aeternitatem. Masa kini yang berlalu menghasilkan waktu, masa kini yang bertahan menghasilkan keabadian.” Boethius (c. 475 – 525).
“Di mata Tuhan, tidak ada sebelum dan sesudah. Setiap saat dari waktu terjadi simultan bagi Allah.” Michael Novak, Teolog Katolik.
Apakah pikiran Anda sudah mengembang? Saya tahu pikiran saya sudah.
Catatan:
Ini terjemahan dari pos yang ditulis oleh Richard Murray.
You can also read the original English note on facebook: The Implications of “Time.”
No comments:
Post a Comment