Banyak orang menganggap Ayub sebagai orang hebat, seorang pemenang iman.
Ayub, sebagaimana anda ingat, kehilangan segalanya (keluarga, kekayaan dan kesehatan), lalu duduk di atas tumpukan abu menggaruki kulitnya yang borokan dengan pecahan beling, lantas melakukan ‘debat teologi’ dengan 3 orang ‘lulusan seminari’.
Sebagai hasil dari hidup yang sarat dengan pengalaman buruk, banyak orang merasa diteguhkan dan kemudian mempercayai dusta ini :
• Allah memberi dan mengambil hal-hal baik seperti anak-anak kita, kesehatan atau pekerjaan kita
• Allah menggunakan rasa sakit dan penyakit untuk menghukum atau mendisiplin kita
• Allah membuat saya mengalami saat sulit untuk mengajar saya kerendahan hati
• Allah memperalat setan sebagai ‘anjing penjaga’ untuk menjaga domba-domba tetap di kawanan.
Saya ingin menyodorkan perspektif yang berbeda.
Kitab Ayub bukan mengenai seorang hebat, tapi seorang yang bercacat. Ayub yang diceritakan di kitab Ayub bukanlah seorang ‘hamba Tuhan’ seperti yang dipikirkan banyak orang. Tapi seorang yang percaya tahyul dan penuh ketakutan yang mengeluarkan kata-kata yang bukan main bodohnya.
Kisah Ayub bukanlah kisah kemenangan iman manusia, tapi kebesaran kasih karunia Allah kepada manusia yang hancur-hancuran.
“Tapi Ayub adalah orang benar”.
Sebenarnya, Ayub adalah seorang yang penuh kebenaran-diri, yang sejatinya bukanlah seorang percaya, sebagaimana akan kita lihat nanti.
Saya tidak menjelek-jelekkan Ayub, tapi saat kita sampai di akhir seri ini, anda akan takjub pada beberapa hal luar biasa yang Allah sampaikan mengenai pria tak sempurna ini.
Tapi sebelum kita sampai pada hal tersebut, ada baiknya kita mengerti siapa Ayub.
Berikut adalah 10 fakta yang jarang diketahui mengenai Ayub :
1. Ayub adalah orang yang percaya takhyul
Seperti halnya orang agamawi lain, Ayub percaya pada karma.
Ayub memegang prinsip ‘tabur-tuai’. Jika anak-anaknya berpesta berhari-hari, dia akan membawa persembahan.
Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa (Ayub 1:5).
Debet dan kredit.
Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.
2. Ayub sadar-dosa
Bukan sadar akan dosa pribadinya, karena Ayub adalah orang baik yang selalu membersihkan hidupnya dari dosa.
Tapi dia memperlakukan dosa seperti ‘kryptonite’ (lihat Ayub 31:11-12).
Ayub sangat takut terhadap dosa dan memikirkannya terus menerus (lihat Ayub 31).
3. Ayub penuh ketakutan
Ayub selalu merasa tak aman dan terikat oleh rasa takut. Ayub mungkin adalah klien terbaik seorang agen asuransi karena ia memiliki ketakutan yang besar pada celaka (Ayub 31:23).
Saat hal buruk terjadi, ia berkata, “Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku.” (Ayub 3:25)
4. Ayub mengasihani diri sendiri
Bacalah kitab Ayub dan anda akan mendapat kesan kuat ‘Celakalah aku’.
Walaupun ia memang sedang mengalami keadaan tidak baik, tapi dia sangat terfokus pada ‘celaka’nya itu dan mengeluh. Bahkan sampai ke titik merengek.
Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.” (Ayub 10:1)
5. Ayub membiarkan kepahitan berakar dalam hatinya
Kepahitan adalah ‘pembunuh kasih karunia’, tapi Ayub membiarkan rumput liar iblis menyemak di taman hatinya.
Oleh sebab itu aku pun tidak akan menahan mulutku, aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, aku akan mengeluhkan kepahitan jiwaku (Ayub 7:11, terjemahan NKJV)
6. Ayub orang yang penuh kebenaran-diri
Keyakinan Ayub bukan pada Tuhan tapi kepada perilaku baiknya sendiri.
Berapa besar kesalahan dan dosaku? Beritahukanlah kepadaku pelanggaran dan dosaku itu (Ayub 13:23)
Seperti orang Farisi yang geram, Ayub melambung dalam perasaan bahwa dirinya benar karena perbuatannya yang tak ada cela.
Biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti, maka Allah akan mengetahui, bahwa aku tidak bersalah (Ayub 31:6)
Sikap percaya pada diri sendiri membuat Ayub menegakkan mentalitas korban.
Ketahuilah, aku menyiapkan perkaraku, aku yakin, bahwa aku benar. Siapa mau bersengketa dengan aku? (Ayub 13:18-19)
Perasaan benar-diri Ayub bahkan sedemikian kuat hingga bisa membungkam 3 orang yang juga penuh kebenaran-diri yang datang menghibur dia.
Maka ketiga orang itu menghentikan sanggahan mereka terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya benar (Ayub 32:1)
7. Ayub pikir Allah tidak peduli
Bila aku berseru, Ia menjawab; aku tidak dapat percaya, bahwa Ia sudi mendengarkan suaraku;(Ayub 9:16)
Rasa mengasihani diri Ayub membuat pandangannya terhadap Allah terkotori.
Seperti juga orang-orang yang sedang melalui saat-saat sulit, Ayub mengira Allah memusuhi dia.
Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu, dan menganggap aku sebagai musuh-Mu?(Ayub 13:24)
8. Ayub menyalahkan Allah atas masalahnya
Seringkali dianggap Ayub tidak pernah menyalahkan Allah (yang adalah kesalahpahaman dari Ayub 1:22, yang akan dijelaskan di artikel berikutnya).
Ayub tak ragu menunjuk kepada Allah yang “… tidak memberi keadilan kepadaku, dan demi Yang Mahakuasa, yang memahitkan hatiku” (Ayub 27:2)
Angin ribut-lah yang menyebabkan ke 10 anaknya mati, dan perampok dari suku asing-lah yang merampasi ternaknya, tapi dia melimpahkan kehilangan itu kepada Allah (yang katanya) memberi dan mengambil (Ayub 1:21).
Ayub kemudian berulang-ulang mengatakan Allah-lah yang menyebabkan kehilangan dan masalah yang dia derita (lihat Ayub 2:10, 6:4).
Karena perilakunya yang baik, Ayub tak bisa menerima ketidakadilan ‘ilahi’ ini.
Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau, ya Penjaga manusia? Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu, sehingga aku menjadi beban bagi diriku? (Ayub 7:20)
Allah bekerja dengan cara yang misterius, pikir Ayub.
Dialah yang meremukkan aku dalam angin ribut, yang memperbanyak lukaku tanpa alasan (Ayub 9:17)
9. Ayub pikir Allah ingin membunuh Dia
Aku tidak bersalah! … yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya (Ayub 9:21-22)
Engkau menjadi kejam terhadap aku, Engkau memusuhi aku dengan kekuatan tangan-Mu. Ya, aku tahu: Engkau membawa aku kepada maut, … (Ayub 30:21, 23)
10. Ayub putus asa dan berharap dia mati saja
Ayub membenci hidupnya.
Aku jemu, aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hembusan nafas saja (Ayub 7:16)
maka di manakah harapanku? Siapakah yang melihat adanya harapan bagiku?(Ayub 17:15)
Orang yang disebut ‘pahlawan iman’ ini kepengen mati.
sehingga aku lebih suka dicekik dan mati dari pada menanggung kesusahanku (Ayub 7:15)
Ayub tak punya iman kepada Allah yang memulihkan dan menyembuhkan, malah berkata, “… aku mengharapkan dunia orang mati sebagai rumahku, … ” (Ayub 17:13)
Banyak orang menghormati Ayub sebagai ‘raksasa iman’ yang terkenal karena kesabarannya yang luar biasa.
Tetapi Ayub tidak terdaftar di Ibrani 11, di antara para pahlawan iman. Karena satu-satunya kebenaran yang ditunjukkannya adalah kebenaran-diri sendiri yang memuakkan.
Tetaplah bersama saya karena kita akan melihat bahwa kasih karunia Allah adalah bagi orang-orang tak sempurna seperti Ayub ini.
Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur (Mazmur 113:7).
Sebagaimana akan kita lihat nanti, hidup Ayub mengalami titik balik.
Sebelum bertemu dengan Allah, Ayub adalah seorang perengek yang secara keliru menuduh Allah sebagai penyebab masalah yang dialaminya.
Tapi sesudah ia mengenal Allah, Ayub menjadi orang yang ‘baru’, orang yang melihat Allah itu benar dan adil.
Ini kisah yang mengagumkan dan anda tak akan ingin melewatkannya (tunggulah kelanjutannya besok)!
[Paul Ellis : “Ten Little Known Fact about Job”; 22 October 2015]
Silakan check tulisan terjemahan asli dan penerjemahnya: Mona Yayaschka
No comments:
Post a Comment